Minggu, 23 Februari 2014

Aku - 3 Detik Yang Berlalu

Hai kau. Iya, kau. Kupikir kau akan kusebut saja dengan sebutan yang ada di beratus-ratus paragraf yang kubaca.




Hai kau, kusebut saja si Sendu Menawan...


Kau lihat langit mendung malam ini ?
Rintik hujan dengan teraturnya menyisir atap tempatku terduduk. Barangkali juga menyisir atap tempatmu melepas lelah. Disana.


Wahai sendu menawan, aku ingin belajar berhitung untuk hari ini. Mungkin ini aneh buatmu, sendu menawan. Tapi tak apalah, apa pula arti ini buatmu, sendu menawan. Tak ada.


1 hari hanya 24 jam. Tiap jam hanya memiliki 60 menit. Memang sudah hukumnya tiap menit hanya berisi 60 detik. Kuhitung 1 jam memperoleh waktu 3600 detik. Jika semua detik dalam 1 jam tersebut dikalikan 24 atau sama halnya 1 hari. Aku memperoleh 86400 detik. Setiap hari aku memiliki 86400 detik. Begitu juga kau, sendu menawan.

Wahai sendu menawan, setiap 86400 detik yang kulalui, hanya 3 detik yang dapat kugunakan untuk melihatmu sendu menawan. Itu pun jika Dia berkehendak. Sayangnya setiap 3 detik yang kuperoleh hanya desauan angin saja yang bisa kudapat. Tapi tak apalah, aku hanya tinggal melalui sisa 86397 detik lagi demi 3 detik yang kuperoleh berikutnya. Jika sama saja berikutnya, tak apalah, aku tinggal menghitung 86397 detik lagi untuk memperoleh 3 detik berikutnya yang menurutku itu hal yang menawan.

Apa kau melihat langit malam setelah gerimis ini menyapu, wahai sendu menawan ?

Ah...mungkin tidak. Kau mungkin terlalu lelah dengan urusanmu.
Langit malam kali ini hanyalah tanah lapang gelap yang ditaburi triliyunan bintang. Begitu menawan, seperti saat melihatmu. Iya, barangkali kau tidak sempat melihatnya, sendu menawan. Aku bisa melihatnya langit itu, pastinya dari tempat tak beratap. Hal itu kulakukan hanya untuk menyayat 86379 detik yang tak kunjung habis. Saat 3 detik itu bermula dan gagal, aku hanya berdoa kepadaNya....semoga 3 detik berikutnya memang benar-benar menawan seperti yang sudah kudambakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar